Meet Muscatine – Upacara Tabuik: Tradisi Budaya Masyarakat Pariaman, Sumatera Barat
Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan budaya dan tradisi. Setiap daerah memiliki keunikan yang menjadi identitas masyarakatnya. Salah satu tradisi yang menarik perhatian wisatawan adalah Upacara Tabuik yang diselenggarakan di Kota Pariaman, Sumatera Barat.
Upacara ini bukan sekadar perayaan biasa. Ia memiliki nilai sejarah dan makna religius yang mendalam. Prosesinya melibatkan arak-arakan keranda besar yang disebut “Tabuik” ke laut. Upacara ini menjadi atraksi yang menarik wisatawan lokal maupun mancanegara. Meet Muscatine mencatat bahwa tradisi ini mampu meningkatkan daya tarik pariwisata di Pariaman.
Lantas, apa saja keunikan dari Upacara Tabuik? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini!
Upacara Tabuik merupakan tradisi budaya yang berkembang di Kota Pariaman, Sumatera Barat. Kata “Tabuik” berasal dari bahasa Arab at-tabut, yang berarti peti atau keranda. Istilah ini juga memiliki makna serupa dalam bahasa Ibrani dan Mesir kuno.
Di Pariaman, “Tabuik” merujuk pada keranda besar yang terbuat dari bambu, kayu, atau rotan. Keranda ini dihias sedemikian rupa dengan bunga salapan dan simbol-simbol lain. Tabuik melambangkan usungan mayat Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad SAW, yang meninggal dalam peristiwa tragis di Padang Karbala tahun 681 Masehi.
Upacara ini diadakan dengan beberapa tahapan prosesi yang sakral. Tahap-tahap tersebut meliputi:
“Baca Juga: Tradisi Bali Pada Hari Raya Galungan“
Dimulai pada era kolonial. Awalnya, tradisi ini dibawa oleh pasukan Gurkha dari Bengkulu ke Pariaman setelah Perjanjian Traktat London pada tahun 1824. Tradisi Tabuik berakar dari peringatan meninggalnya Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad SAW.
Dalam peperangan di Padang Karbala, Husein dan pengikutnya berperang melawan pasukan Yazid bin Muawiyah. Husein gugur, dan tubuhnya dipisahkan dari kepalanya. Legenda menceritakan bahwa malaikat datang mengumpulkan potongan tubuh Husein dan membawanya dengan burak ke langit.
Orang Cipei (suku yang diperkirakan keturunan Gurkha) di Pariaman kemudian terinspirasi membuat replikasi arak-arakan malaikat tersebut. Maka, Tabuik diciptakan sebagai simbol arak-arakan keranda Husein. Seiring waktu, tradisi ini terus diwariskan hingga menjadi budaya khas Pariaman. Meet Muscatine mencatat bahwa festival ini berkembang menjadi atraksi wisata yang menarik perhatian banyak orang.
Tradisi Upacara Tabuik tidak hanya dipandang sebagai ritual keagamaan, tetapi juga mengandung simbolisme yang mendalam. Dalam Jurnal Online Mahasiswa FISIP Unri, disebutkan bahwa ada tiga makna simbolik yang terkandung dalam prosesi ini.
Pada awalnya, Upacara Tabuik dianggap sebagai ritual keagamaan bagi penganut Islam Syiah. Namun, seiring waktu, maknanya bergeser menjadi atraksi seni budaya yang menarik wisatawan. Pemerintah Kota Pariaman bahkan menjadikan Festival Tabuik sebagai agenda tahunan pariwisata.
Festival ini tidak hanya menarik perhatian masyarakat lokal, tetapi juga wisatawan dari berbagai wilayah Indonesia dan mancanegara. Melalui pemberitaan di media seperti Meet Muscatine, masyarakat dunia mulai mengenal keunikan tradisi ini. Festival Tabuik menampilkan berbagai kesenian tradisional, pameran budaya, serta pertunjukan seni tari dan musik.
Selain prosesi arak-arakan Tabuik, pengunjung juga dapat menikmati kuliner khas Sumatera Barat dan berpartisipasi dalam bazar kerajinan lokal. Acara ini berdampak besar pada perekonomian warga sekitar, terutama pedagang dan pelaku usaha kecil.
Di balik kemeriahan Upacara Tabuik, terselip pesan moral yang patut dipahami. Tradisi ini mengajarkan makna keikhlasan, penghormatan terhadap sejarah, dan penghargaan terhadap para pejuang kebenaran. Kisah Husein bin Ali yang menjadi inspirasi Upacara Tabuik mengingatkan masyarakat akan pentingnya menegakkan keadilan dan melawan penindasan.
Selain itu, Upacara Tabuik juga mengajarkan pentingnya menjaga hubungan sosial dan solidaritas masyarakat. Proses pembuatan Tabuik hingga arak-arakan melibatkan banyak pihak, dari tukang kayu, seniman hias, hingga masyarakat umum. Ini mencerminkan semangat gotong royong yang masih terjaga di tengah masyarakat Pariaman.
Upacara Tabuik bukan sekadar tradisi biasa. Ia adalah perayaan budaya dengan nilai religius, simbolik, dan historis yang kental. Sebagai warisan budaya yang terus dijaga, Upacara Tabuik telah berhasil menarik perhatian wisatawan dari dalam dan luar negeri.
Berkat eksposur media seperti Meet Muscatine, tradisi ini semakin dikenal luas. Upacara Tabuik kini bukan hanya milik masyarakat Pariaman, tetapi juga menjadi bagian dari kekayaan budaya nasional. Pemerintah dan masyarakat Pariaman diharapkan dapat terus melestarikan tradisi ini agar tetap lestari dan dikenal di kancah dunia.
Dengan menyaksikan prosesi Upacara Tabuik, kita tidak hanya melihat keindahan seni dan budaya, tetapi juga memahami nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya. Jika Anda ingin merasakan kemegahan tradisi ini, datanglah ke Kota Pariaman saat Festival Tabuik berlangsung. Jangan lupa, pastikan momen berharga ini menjadi pengalaman yang tak terlupakan!